Awas jangan beli obat tidak sesuai jalurnya. Berisiko!!

Mengenal Jenis Obat dan Pola Distribusinya

Secara legal, obat didistribusikan melalui jalur khusus. Membeli obat di luar jalur resmi adalah tindakan yang tidak disarankan dan juga berisiko. Namun, sebelum mengetahui risiko apa saja yang mungkin terjadi, sebaiknya Anda perlu memahami jenis obat dan pola distribusinya.

Menurut dokter yang juga praktisi kesehatan, dr Erik Tapan MHA, pada dasarnya jenis obat terbagi atas dua jenis, yaitu obat over the counter (OTC ) dan obat ethical. Obat OTC masih dibagi menjadi dua lagi, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas.

 

Obat bebas yaitu obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di supermarket, minimarket, warung atau toko obat, tanpa memerlukan resep dokter. Obat bebas diitandai dengan pencantuman logo obat bebas berupa lingkaran hijau bergaris tepi hitam.

 

Obat bebas ini digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan, misalnya vitamin atau multivitamin, penurun panas seperti Panadol, Sanmol dan lainnya.

 

“Sedangkan obat bebas terbatas yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter. Obat jenis ini memakai logo berupa tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam,” ungkap dia dalam keterangan pers.

 

Sedangkan obat ethical adalah obat yang harus diperoleh dengan resep dokter dan hanya bisa dibeli di apotek. Logonya adalah lingkaran berwarna merah dan bergaris tepi hitam dengan tulisan K warna hitam di dalam lingkaran warna merah tersebut. Obat ethical terbagi lagi menjadi empat jenis, yaitu daftar G, daftar O, Obat Keras Tertentu (OKT), dan Obat Wajib Apotek. Obat daftar G atau Obat Keras seperti antibiotika, antidiabetes, antihipertensi, dan lainnya. Untuk daftar O atau Obat Bius adalah golongan obat-obat narkotika.

 

Sedangkan Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropik seperti obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dan lainnya. Obat Wajib Apotek yaitu Obat Keras yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti antihistamine, obat asma, pil anti hamil, beberapa obat kulit tertentu, dan lainnya.

 

Menurut dr Erik, umumnya masyarakat lebih mengenal obat OTC dibandingkan obat ethical, karena obat OTC sering diprosmosikan via media baik cetak maupun elektronik, radio maupun televisi.

 

Sedangkan obat-obat ethical kalau ada promosinya biasanya hanya via sosmed ataupun beredar di grup WA atau forum-forum diskusi. “Mohon kehati-hatian masyarakat dalam menanggapi promosi obat-obatan. Perhatikan Logo jenis obatnya,” jelasnya.

 

Untuk obat OTC, obat-obat jenis ini bisa diperoleh di toko obat, warung, super market, mini market, dan lainnya. Dalam menggunakan obat ini, meskipun tergolong obat bebas, tetap harus berhati-hati. Pedomannya jika tiga hari masalah masih berlanjut harap segera mencari bantuan dokter.

 

Sementara untuk obat ethical, karena cukup berbahaya jika terjadi penyalahgunaan, obat ini hanya bisa diperoleh dengan resep dokter. Jalur resmi distribusi obat ini adalah dari pabrik (sering disebut dengan istilah prinsipal) atau importir terus ke Pedagang Besar Farmasi (PBF), kemudian baru didistribusikan ke apotek, klinik atau rumah sakit.

 

Risiko belanja obat yang illegal

Menurut dr. Erik sesuai pengalamannya, ada beberapa risiko jika masyarakat belanja obat tidak sesuai jalurnya, seperti:

  • obat rusak (karena tidak diperlakukan/disimpan sesuai ketentuan, misalnya pada suhu rendah, dll.)
  • obat palsu
  • obat expired yang diubah tanggal expirednya
  • bisa ditangkap penegak hukum

Pada intinya pasien yang meminum obat palsu/expired pasti tidak akan memperoleh manfaat yang maksimal dari khasiat obat tersebut.

Pesan dr. Erik, berbelanjalah obat sesuai jalurnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *