Pengalaman pemanfaatan BPJS Kesehatan pada pasien kronis

Kisah nyata

Meskipun tidak sebanyak komplain, tapi info pelayanan pasien BPJS yang positif, sesekali muncul di sosial media. Lumrah jika berita positif kurang diminati sehingga jarang jadi viral. Misalkan saja, ada artis yang berobat ke luar negeri, tapi malah sembuhnya saat diobati dengan BPJS di dalam negeri.

 

Begitu pula info seperti di bawah ini,

“Isteri saya hampir seminggu beberapa kali ke RS Pelni untuk urusan kakinya yang operasi tulang patah dengan BPJS. Selain itu pernah juga operasi varises dan cukup puas koq! Sistemnya mulai rapih, cuma mesti sabar, karena waktu tunggu yang agak lama”.

 

Patut kita hargai bersama bahwa semakin hari, BPJS Kesehatan pelayanannya semakin baik.

Namun disamping pelayanan terhadap pasien akut (termasuk operasi jantung, dll.) BPJS juga melayani pasien kronis, seperti pasien cuci darah, kanker, dll.

 

Berikut beberapa komentar terkait layanan BPJS terhadap penyakit yang menduduki tempat ke-4 pembiayaan BPJS tahun 2023, penyakit ginjal. Mudah-mudahan bisa menjadi perhatian kita bersama.

 

“Pasien kelas 2 macam kami hanya mengharap kebaikan BPJS. Kadang-kadang obat diberikan tidak sampai sebulan, ya kalau ada duit beli di apotek. Kalau tidak punya duit bermohon kepada Allah.” jelas pasien berinisial Ir. HSR.

 

“Obat2 dari RSUD untuk sebulan obatnya tidak cukup. Kita datang RSUD lagi dikomen, pasien BPJS jatahnya seperti itu. Ini rujukan sebulan obat habis…harus berdebat … nasib2”, lanjutnya.

 

Padahal sepengetahuan penulis (yg sering digembar-gemborkan), untuk pengobatan pasien BPJS tidak perlu mengeluarkan biaya lagi. Bahkan ada informasi edukasi yg sering muncul di socmed, jika ada RS yg mengatakan obat habis, pasien bisa beli sendiri dan melakukan klaim ke RS langganannya. Nonton ini, https://www.youtube.com/watch?v=AcDTT0sJKms&t=3s

 

Ada lagi yang mengeluh, “Saya yang kls 1 juga cuma obat gula aja yang dikasih 1 bln, yang lain nggak dicover, kudu beli dw. Pernah dpt Natrium bicarbonat yg murah aja cuma dikasih buat 1 minggu. Sekarang malah nggak dapat sama sekali. Waktu itu saya pikir apa karena RS-nya tipe B ya?”, ujar Bpk K mengeluh.

 

Yang lain, “Sama aja Pasien BPJS gak ada bedanya. Cuma sekarang nggak peduli fotocopy KTP dan BPJS. Itu kalau di RS Negeri, obat dicover 1 bulan penuh. Kalau di RS Swasta, obat dikasih hanya untuk satu minggu, selain itu beli sendiri…..oh ????????????. Kalau lagi nggak megang uang, obat habis terus harus cek Lab bayar ????????????. Begitu kira2 Dokter pasien BPJS ????????”, keluh Ibu W.

 

Komentar positif dari Pak GS, “Kalau di RS saya selalu dikasih full sebulan. Padahal swasta lho.”

 

Komentar positif lainnya dari Mba D, “Alhamdulillah di rumah sakit saya, HD (cuci darah) selalu dapat Epo selesai HD jika Hb di bawah 8. Terus lab ada tiap bulan dan per 3 bulan juga ada lengkap. Alhamdulillah obat2 juga tiap bulan.”

 

“Saya pasien BPJS kelas 3, tapi setiap kontrol bulanan dikasih obatnya full buat sebulan.. BTW bukan obat rutin aja yang dikasih tapi obat yang lain. tiap kontrol juga dikasih seperti sirup untuk lambung, sirup untuk batuk, salep anti nyeri, sama obat sesaknya juga tidap bulan pasti dapat”, jelas pasien inisial W.

 

Pelayanan di Apotek BPJS

 

Info di atas di respons oleh Pak K, “Wah enak donk dapat full. Awal-awal saya suka ke (menyebut nama apotek besar) untuk menebus kurangnya, tapi ternyata sama saja. Sudah antri panjang-panjang, nanti dibilang obatnya habislah, nggak di-coverlah. Males deh ke sana lagi”

 

Demikianlah beberapa informasi mengenai pelayanan BPJS baik di rumah sakit maupun di apotek. Pada prinsipnya ada fasyankes (RS, Klinik, Apotek, dll.) yang menjalankan sesuai peraturan BPJS namun ada oknum fasyankes yang tidak menjalankan sepenuhnya apa yang menjadi kewajibannya.

 

 

Banyak terima kasih dan perlu perbaikan

 

Penulis kalau bisa mewakili pasien-pasien penyakit kronis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada BPJS dan fasyankes yang telah mau menerima pasien-pasien berpenyakit kronis yang mana sepengetahuan penulis, tidak ada asuransi kesehatan di Indonesia yang mau melakukannya. Namun melihat keluhan yang ada, sebaiknya pihak BPJS bisa membuat suatu sistem (bukan kasus per kasus) sehingga permainan oknum fasyankes dapat diminimalkan. Diharapkan pihak BPJS dan jajarannya tidak membuat sistem di mana pasien diminta berkonfrontasi dengan fasyankes, contohnya seperti iklan (yang saya tidak tahu siapa tim kreatifnya dan untuk siapa iklan itu ditujukan, suatu hal yang tidak mungkin dilakukan), kalau obat tidak ada di rumah sakit, pasien bisa menebus sendiri di apotek luar kemudian mengajukan klaim ke rumah sakit. Maaf sebelumnya, tapi menurut penulis, apakah ada pasien yang berani melakukannya dan jika melakukannya, apakah Rumah Sakit bersedia menggantinya? Ini kan namanya cari perkara. Sebaiknya kalau ada kasus begini, bisa dibuat sistem yang melindungi pasien bukan diminta pasiennya berkonfrontasi dengan fasyankes. Budaya Indonesia belum semaju itu.

 

 

Maju terus BPJS Kesehatan.

Dr. Erik Tapan, MHA

Pengamat Social Media

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *